KONSTITUSI
Konstitusi (Latin constitutio) dalam negara adalah sebuah
norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara -
biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis - Dalam kasus bentukan
negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik
dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi
nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar
hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban
pemerintahan negara pada umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada
penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat
diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan
negara. Untuk melihat konstitusi pemerintahan negara tertentu, lihat
daftar konstitusi nasional.
Dalam bentukan organisasi konstitusi menjelaskan bentuk, struktur, aktivitas, karakter, dan aturan dasar organisasi tersebut.
Sejarah
Konstitusi
dapat menunjuk ke hukum penting, biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau
raja dan digunakan secara luas dalam hukum kanon untuk menandakan
keputusan subsitusi tertentu terutama dari Paus.
[sunting] Pengertian
Konstitusi
pada umumnya bersikat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisian
aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara,
namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian
tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). namun menurut para ahli
ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk
kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan
dan distibusi maupun alokasi [1], Konstitusi bagi organisasi
pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan
kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan
tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi [2]
Dewasa ini,
istilah konstitusi sering di identikkan dengan suatu kodifikasi atas
dokumen yang tertulis dan di Inggris memiliki konstitusi tidak dalam
bentuk kodifikasi akan tetapi berdasarkan pada yurisprudensi dalam
ketatanegaraan negara Inggris dan mana pula juga.
Kepala negara berdasarkan jenis konstitusi
Pada
dasarnya, berdasarkan tanggung jawab dan hak politis yang diberikan
konstitusi masing-masing negara, maka kepala negara dapat dibedakan
menjadi:
[sunting] Sistem presidentil
Negara dengan sistem
presidentil biasanya berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala
negara merupakan pemimpin dari perangkat negara pada
kementerian-kementerian pada negara sekaligus sebagai kepala
pemerintahan merupakan pemimpin dari perangkat pemerintahan yang
direpresentasi pada bagian dari kementerian negara kepada
kementerian-kementerian yang ada pada kabinet. Di sini, presiden
mempunyai hak yang lebih luas sebagai kepala birokrasi/ aparatur negara,
mewakili negara ke luar negeri dan kepala negara dan kepala
pemerintahan sebagaimana diatur berdasarkan konstitusi negara dan
perundang-undangan negara menjalankan kebijakan dalam negeri. Namun
tentunya ada pengecualian bagi beberapa negara berbentuk monarki absolut
seperti Arab Saudi, di mana raja biasanya merangkap sebagai kepala
pemerintahan.
Negara-negara dengan sistem presidentil seperti:
* Amerika Serikat
* Filipina
* Indonesia
[sunting] Sistem semi-presidentil
Negara
dengan sistem ini mempunyai presiden (atau gelar lainnya) dan perdana
menteri yang saling membagi tanggungjawab dan hak dalam pemerintahan.
Presiden menunjuk perdana menteri yang akan membentuk kabinet. Perdana
menteri secara konstitusional bertanggungjawab kepada parlemen, namun
tak dapat dipecat oleh parlemen. Parlemen juga tak dapat meminta
pertanggungjawaban presiden.
Sistem seperti ini merupakan perpaduan dari sistem presidentil dan parlementer.
Negara-negara dengan sistem semi-presidentil:
* Perancis
* Taiwan, Republik Cina
* Rusia
[sunting] Sistem kepala negara maya
Sistem
ini mempunyai konstitusi yang tidak memberikan hak politis apapun
kepada kepala negara. Kepala negara hanya sebagai simbol kenegaraan.
Namun,
di beberapa negara dengan sistem seperti ini mengharuskan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan melaporkan jalannya pemerintahan
kepada kepala negara. Tetap saja, laporan ini hanya terbatas pada
laporan, tidak ada pertanggungjawaban di dalamnya.
Negara-negara dengan sistem seperti ini:
* Irlandia
* Swedia (sejak 1975)
* Republik Rakyat Cina (sejak 1982)
* Jepang (sejak 1945)
* Jerman
Untuk
Republik Rakyat Tiongkok, sekarang ini sejak zaman pemerintahan Jiang
Zemin, kepala negara dirangkap pula oleh Sekretaris Jenderal Partai
Komunis Tiongkok yang merupakan pemimpin eksekutif tertinggi di dalam
negara itu. Sekretaris jenderal, perdana menteri biasanya dipilih dari
anggota polit biro partai walau secara teori mereka adalah dipilih
melalui Kongres Rakyat Nasional.
[sunting] Sistem kepala negara maya
Sistem
ini mempunyai konstitusi yang tidak memberikan hak politis apapun
kepada kepala negara. Kepala negara hanya sebagai simbol kenegaraan.
Namun,
di beberapa negara dengan sistem seperti ini mengharuskan perdana
menteri sebagai kepala pemerintahan melaporkan jalannya pemerintahan
kepada kepala negara. Tetap saja, laporan ini hanya terbatas pada
laporan, tidak ada pertanggungjawaban di dalamnya.
Negara-negara dengan sistem seperti ini:
* Irlandia
* Swedia (sejak 1975)
* Republik Rakyat Cina (sejak 1982)
* Jepang (sejak 1945)
* Jerman
Untuk
Republik Rakyat Tiongkok, sekarang ini sejak zaman pemerintahan Jiang
Zemin, kepala negara dirangkap pula oleh Sekretaris Jenderal Partai
Komunis Tiongkok yang merupakan pemimpin eksekutif tertinggi di dalam
negara itu. Sekretaris jenderal, perdana menteri biasanya dipilih dari
anggota polit biro partai walau secara teori mereka adalah dipilih
melalui Kongres Rakyat Nasional.
[sunting] Gelar kepala negara
Kepala negara mempunyai gelar berbeda di negara yang berbeda sesuai dengan bentuk negara tersebut.
[sunting] Monarki
* Raja, Ratu (Arab Saudi, Swaziland, Thailand, Britania Raya, Maroko, Spanyol)
* Emir (Kuwait, Qatar)
* Kaisar (Jepang)
* Pangeran (Monako)
* Sultan (Brunei, Oman)
* Yang di Pertuan-agong (Malaysia)
* Paus (Vatikan)
[sunting] Republik
* Presiden (Indonesia, Amerika Serikat, Jerman)
* Ketua (Republik Rakyat Tiongkok, tidak dipergunakan lagi)
Sistem Pemerintahan
Siapa
pelaksana kekuasaan negara dapat dikaitkan dengan negara Monarki dan
Negara Republik. Secara konseptual, jabatan Presiden dipertalikan dengan
negara republik[1] sedangkan raja dipertalikan dengan negara
kerajaan.[2] Duguit membedakan antara republik dan monarchie berdasarkan
bagaimana kepala negara diangkat. Jika seorang kepala negara diangkat
berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk pemerintahan disebut
monarchie pelaksana kekuasaan negara disebut raja sedangkan jika kepala
negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu
maka negaranya disebut republik pelaksana kekuasaan negara disebut
Presiden.[3]
Jika keberadaan Presiden berkaitan dengan bentuk
Pemerintahan maka kekuasaan Presiden dipengaruhi dengan sistim
pemerintahan. Pada sistem pemerintahan biasanya dibahas pula dalam hal
hubungannya dengan bentuk dan struktur organisasi negara dengan
penekanan pembahasan mengenai fungsi-fungsi badan eksekutif dalam
hubungannya dengan badan legislatif. Secara umum sistim pemerintahan
terbagi atas tiga bentuk yakni sistim pemerintahan Presidensil,
parlementer dan campuran yang kadang-kadang disebut “kuasi Presidensil”
atau “kuasi parlementer”.[4]
Sistem pemerintahan parlementer
terbentuk karena pergeseran sejarah hegemonia kerajaan. Pergeseran
tersebut seringkali dijelaskan kedalam tiga fase peralihan, meskipun
perubahan dari fase ke fase yang lain tidak selalu tampak jelas.
Pertama, pada mulanya pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang
bertanggung jawab atas seluruh sistem politik atau sistem
ketatanegaraan. Kedua, Kemudian muncul sebuah majelis dengan anggota
yang menetang hegemoni raja. Ketiga, mejalis mengambil ahli tanggung
jawab atas pemerintahan dengan bertindak sebagai parlemen maka raja
kehilangan sebagian besar kekuasaan tradisionalnya.[5] Oleh sebab itu
keberadaan sistem parlementer tidaklah lepas dari perkembangan sejarah
negara kerajaan seperti Inggris, Belgia dan sewedia.
Ciri umum pemerintahan parlementer sebagaimana dijelaskan S.L Witman dan J.J Wuest, yakni:[6]
1. It is based upon the diffusions of powers principle.
2. There is mutual responsibility between the the executive and the
legislature; hance the executive may dissolve the ligislature or he must
resign together with the rest of the cabinet whent his policies or no
longer accepted by the majority of the membership in the legislature.
3. There is also mutual responsibility between the executive and the cabinet.
4. The executive (Prime Minister, Premier, or Chancellor) is chosen
by yhe titular head of the State (Monarch or Presiden), accorfing to the
support of majority in the legislature.
Selain itu Jimly
Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam sistem parlementer dapat dikemukakan
enam ciri, yaitu: (i) Kabinet dibentuk dan bertanggung jawab kepada
parlement. (ii) Kabinet dibentuk sebagai satu kesatuan dengan tanggung
jawab kolektif dibawah Perdana Menteri. (iii) Kabinet mempunyai hak
konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum periode bekerjanya
berakhir. (iv) Setiap anggota kabinet adalah anggota parlement yang
terpilih. (v) Kepala pemerintahan (Perdana Menteri) tidak dipilih
langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi salah seorang
anggota parlement. (vi) Adanya pemisahan yang tegas antara kepala negara
dengan kepala pemerintahan.[7]
Berdasarkan ciri-ciri sistem
pemerintahan tersebut. Pada hakekatnya kedua pendapat tersebut tidaklah
berbeda, keduanya memiliki persamaan. Dalam kaitannya dengan kedudukan
Presiden berdasarkan apa yang dijabarkan dalam ciri tersebut, kedudukan
Presiden hanya ditemukan pada sistem parlementer yang berbentuk negara
republik. Menurut S.L Witman dan J.J Wuest pada ciri yang keempat dan
Jimly Asshiddiqie Pada ciri yang keenam, kedudukan Presiden hanyalah
sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan diemban oleh Perdana
Menteri.
Pada sistem parlementer kedudukan Presiden hanya
sebagai kepala negara dimaksud bahwa Presiden hanya memiliki kedudukan
simbolik sebagai pemimpin yang mewakili segenap bangsa dan negara. Di
beberapa negara, kepala negara juga memiliki kedudukan seremonial
tertentu seperti pengukuhan, melantik dan mengambil sumpah Perdana
Menteri beserta para anggota kabinet, dan para pejabat tinggi lainnya,
mengesahkan undang-undang, mengangkat duta dan konsul, menerima duta
besar dan perwakilan negara-negara asing, memberikan grasi, amnesti,
abolisi dan rehalibitasi. Selain itu pada negara-negara yang menganut
sistem multi partai kepala negara dapat mempengaruhi pemilihan calon
Perdana Menteri.[8]
Bagan Sistem Perintahan Parlementer[9]
presidensial1
Sebagai
mana dijelaskan di atas pada sistem pemerintahan parlementer terdapat
pemisahan antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Hampir
seluruh negara yang menganut sistem ini dapat dipastikan seorang kepala
pemerintahan dipilih dari keanggotaan parlemen. Bagaimanakah cara
pengisian jabatan kepala negara pada sistem ini? Pada negara monarchi
dapat dipastikan kepala negaranya seorang raja menurut Duguit
berdasarkan keturunan. Sedangkan pada negara yang bebebentuk republik
dimana kepala negaranya diemban oleh Presiden pada setiap negara
memiliki mekanisme yang berbeda-beda dan Presiden memiliki masa jabata
yang telah ditentukan. Pengisian jabatan Presiden pada negara republik
pada sistem parlementer di sebagian negara diatur di dalam konstitusi
mereka. Beberapa negara memilih secara langsung Presiden mereka, dipilih
oleh parlement atau oleh suatu badan pemilihan.[10] Sedangkan untuk
masa jabatan Presiden sekitar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun.
Dalam
pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara fungsi kepala
negara dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi tersebut dijalankan
oleh Presiden.[11] Presiden pada sistem Presidensil dipilih secara
langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan dan memiliki masa
jabatan yang ditentukan oleh konstitusi.[12] Menurut von Mettenheim dan
Rockman sebagaimana dikutip Rod hague dan Martin Harrop sistem
Presidensil memiliki beberapa ciri yakni :[13]
1. popular elections of the Presiden who directs the goverenment and makes appointments to it.
2. fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither
or which can be brought down by the other (to forestall arbitrary use of
powers).
3. no overlaping in membership between the executive and the legislature.
Dalam
keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem Presidensial tidak
dapat dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan legislatif (meskipun
terdapat kemungkinan untuk memecat seorang Presiden dengan proses
pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem parlementer memiliki
pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka pada sistem
Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang), para anggota
kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden.
Menurut
Duchacck perbedaan utama antara sistem Presidensil dan parlementer pada
pokoknya menyangkut empat hal, yaitu: terpisah tidaknya kekuasaan
seremonial dan politik (fusion of ceremonial and political powers),
terpisah tidaknya personalia legislatif dan eksekutif (separation of
legislatif and eksekutif personels), tinggi redahnya corak kolektif
dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective responsibility),
dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (fixed
term of office).[14]
Bagan Sistem Perintahan Presidensil[15]
parlementer
Sedangakan
untuk sistem pemerintahan campuran memiliki corak tersendiri yang juga
dapat disebut sistem semi-presidensial. Sistem pemerintahan campuran
dapat diartikan:
Semi-Presidenial government combines an elected
Presiden performing political tasks with a prime minister who heads a
cabinet accountable to parliament. The prime minister, usually appointed
by the Presiden, is responsible for day-to-day domestic government
(including relations with the assembly) but the Presiden retains an
oversight role, responsibility for foreign affairs, and can usually
take emergency powers.[16]
Didalamnya ditentukan bahwa Presiden
mengangkat para menteri termasuk Perdana Menteri seperti sistem
Presidensil, tetapi pada saat yang sama Perdana Menteri juga diharuskan
mendapat kepercayaan dari parlemen seperti dalam sistem parlementer.[17]
Perdana Menteri pada umumnya ditugaskan oleh Presiden, adalah
bertanggung jawab untuk pemerintah domestik sehari-hari tetapi memiliki
tanggung jawab untuk urusan luar negeri, dan dapat pada umumnya
mengambil kuasa-kuasa keadaan darurat.
Menurut Duverger sistem ini memiliki ciri, yakni :[18]
1. The Presiden of the republic is elected by universal suffrage.
2. He possesses quite considerable powers.
3. He has opposite him, however, a prime minister and minister who
possess executive and governmental powers and can stay in office only if
the parliament does not show its oppositions to them.
Jadi pada
sistem campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya sebagai serimonial
saja, tetapi turut serta didalam pengurusan pemerintahan, adanya
pembagian otoritas didalam eksekutif.
Bagan Sistem Perintahan campuran[19]
campuran
Sejarah
ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945
kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai
dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia mengalami beberapa
perubahan sistem pemerintahan. Indonesia terus mencari suatu bentuk yang
ideal. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di
bawah Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistim pemerintahan “quasi
Presidensial”. Alasannya karena dilihat dari sudut pertanggungjawaban
Presiden kepada MPR, sebagiman dikatakan lebih lanjut:[20]
Jadi
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945,
sistem pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden adalah
eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu Presiden. Dilihat
dari sudut pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga
negara lain – kepada siapa Presiden bertanggung jawab – maka sistem
pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat disebut “quasi
Presidensil”
Kekuasaan Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebelum perubahan yang dikatakan menganut sistim pemerintahan “quasi
Presidensial” memiliki tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala
negara, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai mendataris MPR.
Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 merubah sistem pemerintahan Indonesia. Dengan
perubahan ini Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensil. Jika
pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan memiliki kelemahan yakni
cenderung sangat ‘executive hevy’ maka setelah perubahan hal ini tidak
terwujud lagi, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menganut sistem
pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas pemerintah.[21]
Dalam
sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-Undang Dasar
1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip penting,
yaitu:[22]
(1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu
institusi penyelenggara kekuasaan esekutif negara yang tertinggi dibawah
Undang-Undang Dasar. (2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh
rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak
bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga
parlemen, melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang
memilih. (3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan
pertanggungjawaban secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi. (4) Para menteri adalah
pembantu Presiden. (5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang
kedudukannya dalam sistem Presidensil sangat kuat sesuai dengan
kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa
jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama
lebih dari dua masa jabatan. Kelima ciri tersebut merupakan ciri sistem
pemerintahan Presidensil yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil
perubahan.
___________
[1] Perkataan “republik” (republica,
republic) telah dikenal sejak masa Yunani – kalsik dan rumawi. Buku yang
ditulis Plato (Yunani), Cicero (Rumawi), keduanya berjuduk “Republik”
(republica). Walaupun demikian, uraian Plato dan Cicero yang terangkum
dalam Republic, tidak dkaitkandengan jabatan Presiden. Tulisan Plato dan
Cocero justru mengenai kerajaan. Perkataan republik pada waktu itu
belum berkaitan dengan bentuk negara, melainkan dengan fungsi negara
dalam cara menjalankan pemerintahan. Republik yang berasal dari “res”
dan “publica”, menunjuk kepada suatu pemerintahan yang dijankan oleh dan
untuk kepentingan umum. Bagir Manan, “Jabatan KePresidenan Republik
Indonesia” dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (intergritas,
konsistensi seorang sarjana hukum), editor. A. Muhammad Asrun dan Hendra
Nurtjahjo, (Jakarta: Pusata Studi HTN UI, 2000), hlm. 163.
[2]
Menurut Hans Kelsen pembedaan antara monarki dengan republik terletak
pelaksana kedaulatan “When the sovereign power of community belong to
one individual, the government of the constitutions is said to be
monarchic. When the powers belongs to several individual, the
constitution is called republican. A republikan is an aristroceacy ar a
democracy, depending upon whether the sovereign powers belongs to
mayority of the people” Hans Kelsen, General Theory of Law and State,
(New York: Russell & Russell, 1961), hlm. 283.
[3] Moh Kusnadi
dan Harmelly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5,
(Jakarta: Pusat Studi HTN dan CV Sinar Bakti, 1983), hlm. 167.
[4]
Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam
Sejarah (telaah perbandingan konstitusi berbagai negara), Cet.1,
(Jakarta: UI-PRESS, 1996), hlm. 59.
[5] Dauglas V. Verney,
“Pemerintahan Parlementer dan Presidensil” dalam Sistem Sistem
Pemerintah Parlementer dan Presidensial, Arend Lijphard saduran Ibrahim
R, (Jakarta: Pt Garfindo Perkasa, 1995), hlm. 36.
[6] Shepherd L.
Witman dan John J. Wuest, Comperative Government, (Newyersy:
Littleffield, Adams & Co, 1963), hlm. 8-9; sebagaimana pula dikutip
suwoto Mulyosudarmo dalam Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan
(Kajian Teoritis dan Yuridis terhadap Pidato Nakwasara), (Jakarta: Pt.
Garamedia, 1997), hlm. 21.
[7] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, Op. Cit., hlm. 67.
[8]
Ibid., hlm. 76-81; Wewenang dan kekuasaan Presiden sebagai Kepala
Negara pada sistem parlementer diatur secara konstitusional Sebagai
contoh: Algeria (Article 77) In addition to the powers bestowed,
explicitly, upon him by other provisions of the Constitution the
Presiden of the Republic has the following powers and prerogatives: he
is the Supreme Chief of all the Armed Forces of the Republic; he decides
and conducts the foreign policy of the Nation; he presides the Cabinet;
he appoints the Head of Government and puts an end to his functions; he
signs the Presidenial decrees; he has the right of pardon, remission or
commutation of punishment; he can refer to the People through a
referendum on any issue of national importance; he concludes and
ratifies international treaties; he awards State medals, decorations and
honorific titles. Italia (Article 87) The Presiden of the Republic is
the head of the State and represents the unity of the Nation; The
Presiden may send messages to Parliament; He shall call the elections of
the two Chambers and fix the date of their first meeting; He shall
authorize the submission to Parliament of bills proposed by the
Government; He shall promulgate laws and issue decrees having the value
of law, and government regulations; He shall call a referendum in such
cases as are laid down by the Constitution; He shall appoint State
officials in such cases as are laid down by the law; He shall accredit
and receive diplomatic representatives; ratify international treaties,
provided they are authorized by Parliament whenever such authorization
is needed; The Presiden shall be the commander of the Armed forces.
[9]
Rod hague dan Martin Harrop, Comperative Government and Politics an
introduction, 5 ed, (New York: Palgrave, 2001), hlm. 240.
[10]
Autria dan Irlandia pemilihan secara langsung (direct popular
elections), Israel oleh parlemnet dan Germany, India dan Italia dipilih
oleh suatu badan pemilihan. Rod hague dan Martin Harrop, Op. Cit., hlm.
242.
[11] Menurut pendapat Alan R. Ball salah satu ciri pemerintahan
Presidensil adalah “The Presiden is both nominal and political head of
State” Alan R. Ball, Modern Politic and Governmet, (New York: Macmillan
Student Editiond, 1971), hlm. 24.
[12] Negara Amerika merupakan acuan
bagi sistem Presidensil. Sistem pemisahan kekuasaan dan sistem check
and balance menjadi konsekwesi terbentuknya sistem pemerintahan
Presidensil. Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Op. Cit., hlm. 177.
[13] Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 237.
[14] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, hlm. 82.
[15] Rod hague dan Martin Harrop, Op. Cit., hlm. 237.
[16] Ibid., hlm. 245.
[17]
Sistem campuran ini dapat pula disebut hybrid system. Jika dipandang
dari segi Presidensil maka dikenal dengan kuasi Presidensil sedangkan
jika dipandang dari sistem parlementer maka dikenal dengan kuasi
parlementer. Jimly Asshiddiqie, Pergumulan…, Op. Cit., hlm. 89.
[18] Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 245.
[19] Ibid.
[20]
Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN U, 1983), hlm. 180;
sebagaimana dikutip pula dalam A. Hamid S Attamimi, Op. Cit., hlm.
125-126; dapat dilihat pula menurut Muchyar Yara bahwa karena ciri-ciri
sistem pemerintahan preidensil di dalam UUD 1945 terlihat lebih dominan
dibandingkan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer, maka tepatnya
sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 disebut sebagai, “Sistem
pemerintahan Quasi Presidensil”. Muchyar Yara, Op. Cit., hlm. 79.
[21] Jimly Asshiddiqie, “Sruktur Ketatanegaraan …”, Op. Cit., hlm. 5